Terima Kasih: Sederhana, Namun Bisa Bikin Diri Ini Tersenyum

 

Sebuah frasa yang bisa membuatmu sedikit tersenyum

Kalau dipikir-pikir, hidup kita dikelilingi oleh kata-kata sakti. Ada kata “sayang” yang bisa bikin deg-degan, ada kata “jomblo” yang kadang bikin sebagian orang melas, dan ada kata “gaji” yang selalu ditunggu-tunggu (hehehe). Tapi di antara semua kata ajaib itu, ada satu frasa sederhana yang sering kita lewatkan: terima kasih.

Buatku, dua kata ini nggak cuma formalitas atau sekadar ucapan otomatis seperti mode “autopilot”. Ia punya kekuatan yang jauh lebih besar dari yang kita kira.

Dari Sekadar Budaya hingga Jadi Kebiasaan Pribadi

Saat ku masih anak-anak, setiap dapat THR dari om tante, atau dibelikan roti oleh ayah, ibu sering mengingatkanku untuk berkata “terima kasih”.

Awalnya kupikir, “Oh ini bagian dari sopan santun”. Tapi seiring waktu, aku mulai menyadari sesuatu hal. Kalo aku perhatiin, reaksi orang yang kita ucapin terima kasih itu hampir selalu sama: wajah mereka jadi cerah.

Ibu yang mukanya datar sambil masak, tiba-tiba senyum kecil. Tukang ojek online yang buru-buru, jadi balas ngangguk dan tersenyum. Rasanya… hati ini ikut senang. Seperti kita baru aja nembak sembarang panah kebaikan kecil ke dunia, dan panah itu balik tepat ke hati kita sendiri.

Terima Kasih itu Seperti "Refresh" untuk Otak Kita

Nah, di sinilah aku mulai sadar kekuatan sebenarnya. Ucapan terima kasih itu bukan cuma untuk si penerima, loh. Tapi juga buat si pemberi, alias kita sendiri!

Coba deh ingat-ingat waktu kamu lagi bete, kesel sama deadline, atau sebel karena macet. Lalu, cari hal kecil untuk disyukuri dan ucapin terima kasih. Misalnya, “Wah, terima kasih Tuhan, aku masih sehat hari ini,” atau “Terima kasih motor sudah berjuang bersamaku dalam mengais rejeki.”

Melalui ucapan syukur, otak kita kayak di-refresh. Fokus kita dialihkan dari hal yang bikin spaneng ke hal yang baik. Rasanya kayak nemukan oasis di tengah padang pasir kekesalan. “Terima kasih” menjadi semacam penanda bahwa di antara segala kekacauan, tetap ada hal baik yang layak diakui.

Hal ini yang kadang bikin aku mikirin filosofi di balik kata “terima kasih” itu sendiri. Ada dua kata: “terima” dan “kasih”.

Kasih itu artinya cinta, sayang. Jadi, ketika kita bilang “terima kasih”, kita pada dasarnya sedang bilang, “Aku menerima cintamu (dalam bentuk bantuan, perhatian, atau pemberian ini).”

Jadi, bukan cuma, “Oke, noted, thanks.” Tapi lebih dalam, “Aku melihat usahamu, aku merasakan kebaikanmu, dan aku menerimanya dengan penuh rasa cinta dan hormat.”

Praktik Kecil yang Bisa Dilakukan Mulai Sekarang

Jadi, gimana caranya biar kita nggak lupa sama kekuatan kata ini?

Mulailah dari orang-orang terdekatmu. Coba ucapin terima kasih yang tulus ke ibu yang udah masak, ke kakak yang suka ngasih kamu uang saku, atau ke pasangan yang udah dengerin curhat kita. Lihat reaksinya.

Jangan lupa sama diri sendiri. Ini penting! Sesekali, berterima kasihlah pada dirimu sendiri. “Terima kasih ya, badan, udah kuat seharian kerja.” Kedengarannya lebay? Mungkin. Tapi efeknya ke percaya diri itu nyata. Kita jadi lebih menyayangi diri kita sendiri

Supaya lebih fasih, kamu bisa ucapkan “terima kasih” di tiap bangun tidur dan hendak tidur. Sebelum tidur, coba renungkan 3 hal yang membuatmu bersyukur hari ini. Nggak perlu yang wah, hal sederhana seperti teman yang menghibur atau makanan enak buat makan siang juga udah cukup. Begitu pula saat bangun tidur, bersyukur masih diberi jatah untuk membuka mata di pagi hari.

Sebagai Pengingat…

Di dunia yang kadang terasa cepat dan individualis, “terima kasih” adalah pengingat kecil kita bahwa kita semua terhubung. Kita butuh satu sama lain. Kata ini adalah benang merah yang menyatukan kebaikan-kebaikan kecil dalam hidup.

Jadi, yuk, kita pakai kata ajaib ini lebih sering. Ucapkan dengan tulus. Karena siapa sangka, dua kata sederhana ini bisa memberikan senyum di hati yang lelah.

Sekian unek-unek dariku. Terima kasih sudah membacanya sampai selesai.


Lebih baru Lebih lama